Friday, May 31, 2013

Amphuri Perjuangkan Fasilitas Tambahan Haji Khusus



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelenggaraan Haji Khusus tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik (Amphuri) Artha Hanif mengatakan biaya minimal haji khusus dinaikkan kementerian agama dari USD 7000 menjadi USD 8000.

Dengan naiknya biaya haji khusus, Hanif meminta janji peningkatan fasilitas oleh Muassasa Haji Asia Tenggara dipenuhi. "Fasilitas bentuknya harus terperinci," ujarnya dalam siaran pers kepada ROL, Jumat (31/5).

Hanif melanjutkan dengan kejelasan bentuk fasilitas maka hak-hak yang dijanjikan bisa dituntut jika terjadi wanprestasi. Selain itu, Amphuri memperjuangkan agar pembayaran ekstra pelayanan ditahan 25 persen sebagai jaminan. "Dana bisa dititipkan pada Kemenag atau Kementerian Haji Arab Saudi," ujarnya.

Kemudian jika terjadi kegagalan pelayanan oleh Muassasa, dana kompensasi dituntut menjadi milik jamaah. Hal ini ungkap Hanif pernah dilakukan Kementerian Agama sebagai kompensasi atas selisih sewa rumah.

Untuk memperjuangkan aspirasi tersebut, Amphuri berencana akan menemui pihak Muassasa di Arab Saudi. Hanif meminta dengan kejelasan fasilitas tambahan, jamaah akan mengetahui hak atas pelayanan yang diberikan. "Dan secara umum pola perjalanan haji khusus terselenggara seperti tahun-tahun sebelumnya," pungkasnya.

Bayern Munich bangun mushala di stadion Allianz Arena




MUNICH (Arrahmah.com) – Klub sepak bola Eropa Bayern Munich, juara Jerman Bundesliga, telah memutuskan untuk membangun sebuah mushala di stadion Allianz Arena untuk melayani para pemain dan fans Muslim, seperti dilansir Muslims Today pada Senin (13/5/2013).
Permintaan itu awalnya disampaikan oleh gelandang Muslim Bayern Munich, Bilal Franck Ribery, yang meminta untuk menyediakan sebuah ruangan kecil sebagai tempat shalat bagi para pemain Muslim.
Yang mengejutkan, administrasi klub menyetujui pembangunan sebuah mushala di Alaleanz Arena, markas klub Bayern ini.
Mushala baru ini akan melayani para pemain dan fans Muslim sepanjang waktu, ditambah dengan perpustakaan dan pertemuan-pertemuan Islami.
Pemerintah juga mengumumkan bahwa mereka akan mendanai 85% biaya pembangunan mushala, dan 15% sisanya bisa dibantu oleh para pemain dan fans Muslim yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan mushala ini.
Kabar tentang Mushala baru ini diumumkan melalui situs resmi klub.
Ribery, gelandang Bayern Munich, dikabarkan telah memeluk Islam pada tahun 2006 setelah menikahi seorang Muslimah asal Maroko.
Meskipun ia jarang berbicara tentang kepercayaannya, Ribery baru-baru ini mengatakan kepada majalah Le Paris Match bahwa ia merasa “aman” dengan Islam.
Bayern bukanlah klub sepak bola Eropa pertama yang membangun sebuah mushala untuk para pemain Muslim. Sebelumnya, New Castle United juga telah membangun mushala untuk para pemain Muslimnya.
Sedikitnya ada tujuh pemain Muslim di klub sepak bola terkemuka Inggris. (banan/arrahmah.com)

Seorang supir Muslim dipecat karena menolak untuk mengirimkan alkohol



CHICAGO (Arrahmah.com) – Komisi Persamaan Hak dalam Memperoleh Kesempatan Kerja (EEOC) telah menggugant perusahaan angkutan karena diduga memecat dua supir Muslim yang menolak untuk mengirimkan alkohol karena keyakinan agama mereka, lansir businessinsurance.com.
EEOC mengatakan pada Rabu (29/5/2013), Star Transport Inc. yang berbasis di Morton, Illinois melanggar Bab VII dari Undang-undang Hak Sipil tahun 1964 yang melarang diskriminasi atas dasar agama.
Menurut EEOC perusahaan tersebut menolak untuk mengakomodasi dua karyawan yang tidak disebutkan namanya dan memberhentikan mereka secara sepihak.
“Menurut investigasi kami menunjukkan bahwa Star bisa dengan mudah menghindari menugaskankaryawan (Muslim) untuk pengiriman alkohol tanpa kesulitan, tetpai mereka memilih untuk memaksakan sebuah masalah meskipun mereka tahu karyawan tersebut beragama Islam,” ujar Direktur EEOC distrik Chicago, John P. Rowe dalam sebuah pernyataan.
“Jika atasan bisa mengakomodasi praktek keagamaan karyawannya tanpa kesulitan yang tidak semestinya, maka harus melakukannya.  Itu adalah prinsip yang telah dijalankan dalam hukum kerja federal selama hampir 50 tahun, dan itu sebabnya mengapa EEOC ada dalam kasus ini,” ujar pengacara EEOC untuk distrik Chicago.
EEOC memperjuangkan dua pekerja Muslim ini untuk mendapatkan hak mereka, pembayaran kompensasi ganti rugi dan memerintahkan pembatasan diskriminasi di masa depan.  (haninmazaya/arrahmah.com)

Thursday, May 30, 2013

Awas, Kelicikan AS Obrak-Abrik Isi Email Anda

WASHINGTON (Berita SuaraMedia) - Badan-badan intelijen Amerika dituduh telah melakukan spionase pada email dari jutaan orang Amerika dan ini sering kali di lakukan, bahkan termasuk mantan presiden Bill Clinton. Dalam serangkaian skandal intelijen terbaru yang menerpa Washington, rincian skema pengawasan email mulai muncul ke permukaan dengan dugaan yang dilaporkan di New York Times. The Times memetik satu klaim dari analis NSA bahwa pesan elektronik yang yang dikirim ke dan oleh warga negara Amerika, termasuk mantan presiden, yang kini istrinya menjadi Menlu AS, merupakan di antara dari mereka yang dijadikan sasaran sweeping. Sistem database, yang disebut Pinwale, digunakan oleh National Security Agency (NSA) untuk menangkap dan memeriksa sejumlah besar email yang melewati jaringan telekomunikasi Amerika. NSA yang telah mengkonfirmasikan bahwa Pinwale memang ada, meskipun tidak akan berkomentar mengenai dugaan terbaru atau memberikan rincian lebih lanjut mengenai bagaimana sistem tersebut beroperasi. Ketua Komite Senat Intelijen, yang telah menyelidiki klaim pengawasan tanpa izin tersebut selama beberapa tahun, bereaksi terhadap berita tentang sistem Pinwale tersebut menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang telah terjadi. Berita tersebut merupakan salah satu dari rangkaian panjanng tentang sejauh mana badan-badan keamanan Amerika terus melacak kehidupan orang biasa, termasuk kontroversi mengenai warrantless wiretaps, sebuah kebijakan yang diisukan terjadi pada masa pemerintahan Bush yang mana mereka mengijinkan NSA untuk memeriksa segala jaringan yang dipakai oleh warga AS, termasuk telepon, email, sms dan kegiatan internet lainnya, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Namun Senator California Dianne Feinstein, seorang Demokrat, mengatakan ia sebelumnya menginvestigasi Pinwale dan menyatakan bahwa sistem itu tidak melanggar hukum. "Kami mengajukan pertanyaan. Kami yakin itu tidak benar," Feinstein mengatakan kepada sebuah Sidang Komite Kehakiman. "Saya telah memeriksa bab dan ayat ini. Saya tidak percaya bahwa semua konten pada bab ini termasuk dalam program tersebut." Sikap tersebut kontras dengan empat tahun lalu, ketika Feinstein mengatakan kepada Senat mengatakan bahwa dia merasa "sangat berat hati" setelah mengetahui bahwa layanan intelijen telah bertindak dalam pelanggaran dari hukum yang telah dibantunya untuk lolos. Pada tahun 2005 Presiden Bush telah memotong proses persetujuan yang biasa dari pengadilan untuk pemeriksaan elektronik, mendorong pejabat NSA untuk melakukan wiretaps di bawah perintahnya. Dituduh menyalahgunakan kekuasaannya, Bush kemudian menyatakan itu adalah "tanggung jawab konstitusional", tetapi saat Kongres sangat menolak hal tersebut, kontroversi itu berakhir tahun lalu dengan kompromi bahwa tindakan itu disetujui secara efektif dan memberi kekebalan kepada perusahaan telekomunikasi AS atas peran mereka membantu NSA. "Email paling pribadi masyarakat Amerika biasa telah dan masih sedang disadap dan kemudian disimpan dalam database rahasia NSA, mungkin tanpa alasan," ujar Kevin Bankston, seorang pengacara dengan kelompok kampanye Electronic Frontier Foundation. Organisasi yang menuntut pemerintah atas penyadapan komunikasi ilegal, mengatakan sistem seperti Pinwale harus berhenti. "Salah satu solusi yang kami minta dalam hal ini adalah pemusnahan komunikasi domestik dan catatan yang oleh NSA telah ditimbun secara ilegal di sistem database seperti Pinwale." Sementara beberapa dari episode tentang pengawasan rahasia pemerintah telah terjadi di Amerika, sesungguhnya dalam memantau kegiatan para warga, AS tidak sendirian. Sesungguhnya, kepopuleran komunikasi internet ini telah mendorong pemerintah dan badan-badan intelijen di seluruh dunia untuk fokus terhadap bidang tersebut. Minggu lalu, Cina telah dipaksa untuk menghentikan rencana untuk mewajibkan menginstal perangkat lunak pengawasan pada setiap PC dalam negeri, sementara pemerintah Iran melumpuhkan komunikasi internet dengan adanya sengketa Pemilu. Pemerintah Inggris, sementara itu, berniat untuk membuat rangkaian database yang digunakan untuk melacak setiap panggilan telepon, email dan pesan teks di Inggris. Awal tahun ini badan GCHQ menyangkal bahwa mereka sedang membangun sistem yang setara dengan Pinwale, setelah adanya laporan bahwa badan tersebut mengalokasikan £ 1 miliar untuk membangun sebuah sistem untuk memonitor semua penggunaan internet di Inggris. Namun, berita dari AS ini hanya datang sebulan setelah Presiden Obama mengatakan dia akan membuat kantor baru untuk cybersecurity, atau keamanan dunia maya, erat kaitannya dengan NSA, sementara bersumpah tidak akan membahayakan privasi rakyatnya. "Upaya kami akan cybersecurity tidak akan, saya ulangi, tidak akan termasuk pemantauan sektor pribadi atau lalu lintas jaringan Internet," katanya. "Kami akan menjaga dan melindungi privasi pribadi dan kebebasan sipil yang sangat kami hargai sebagai orang Amerika." Fakta bahwa AS menyadap lalu lintas email tidaklah terlalu mengejutkan, sebelumnya, Israel juga melakukan aksi penyadapan yang kurang lebih serupa, bahkan mungkin lebih canggih.(iw/gd) suaramedia.com

Sunday, May 26, 2013

Roti Keliling Antarkan Uwas Ke Tanah Suci



Pro Umroh News, Lelaki paruh baya itu menyambut dengan ramah saat menerima tamu di rumahnya yang sangat sederhana, di Jalan H Muis, Depok. Sebuah gerobak roti bertengger di samping rumah, setumpuk roti masih berjejer di dalam gerobak itu. Selain itu, boks-boks roti berjejer rapi di kediamannya. Cucuran keringat masih tampak terlihat di wajah lelaki paruh baya itu.
Haji Uwas, begitu sapaan akrab lelaki paruh baya itu. Setelah puluhan tahun berjualan roti keliling, panggillan untuk pergi ke Tanah Suci Makkah pun menghampirinya. “Alhamdulillah, dari hasil nabung sedikit demi sedikit, saya bisa pergi haji bersama dengan istri,” ujarnya, Rabu (19/9).
Di sebuah ruangan tamu kecil beralaskan tikar, Uwas berbagi cerita tentang pengalamannya pergi ke Makkah pada 2011 lalu. Uwas mengatakan, niatnya untuk pergi haji sudah muncul sekitar empat tahun silam. Semenjak itu, dia mulai menyisihkan rupiah demi rupiah untuk mewujudkan niat tersebut.
“Tiap hari kalau saya habis keliling jualan roti, paling enggak saya sisihkan kurang lebih Rp 50 ribu, nanti per bulan baru disetor ke bank, Alhamdulillah kalo lagi ada, bisa setor ke bank minimal Rp 500 ribu,” ujar pria berusia 48 tahun ini. Dia juga berusaha menyisihkan uang untuk anak-anak yatim.
Tak perlu menunggu waktu lama bagi Uwas dan istrinya untuk bisa pergi haji. Dua tahun penantian Uwas akhirnya terbayarkan. “Saya merasa ini mungkin panggilan Allah, kalau sudah ada niat dan dibarengi dengan usaha, insya Allah niat kita didengar oleh Allah, “ ujar pria yang memiliki enam orang anak dan tiga cucu ini.
Ketika itu, ongkos naik haji reguler untuk satu orang sekitar Rp 37,5 juta. Total biaya yang dikeluarkan oleh Uwas yakni sekitar Rp 130 juta. Itu murni dari penghasilan berjualan roti. Biaya tersebut sudah termasuk uang yang dia bawa ke Makkah untuk membeli oleh-oleh bagi seluruh keluarga dan kerabat di kampungnya.
Di Tanah Suci Makkah, Uwas dan istrinya mengalami banyak hal yang terjadi di luar kehendaknya. Sehari sebelum keberangkatan, Uwas dan istrinya menginap di Asrama Haji Bekasi. Saat itu mereka tergabung di kloter 39 dan berangkat pada pukul 03.00 WIB. Sejak di Asrama Haji Bekasi, Uwas selalu mendapatkan rezeki dan berkah.
Cerita, saat di Bekasi ada seseorang tak dikenalnya memberikan uang 300 riyal. Lalu, ketika berada di Makkah, dia dan istrinya selalu saja ada orang yang menraktir makan di restoran mewah, meskipun dia tidak mengenali orang tersebut.
“Saya juga bingung ini kenapa, padahal saya enggak kenal sama orang-orang itu, waktu di Makkah selalu saja ada orang yang ngasih saya, entah itu duit, makanan, atau menraktir saya dan istri makan di restoran, Alhamdulillah,” ujarnya.
Pengalaman lain adalah saat melakukan tawaf di putaran keempat, dia melihat sosok lelaki yang berbadan tinggi besar, berjenggot panjang sampai ke pusar, mengenakan gamis putih dan sorban. Lelaki tersebut berdiri di hadapan Uwas dan mengusap wajah Uwas dan wajahnya. Setelah itu, pria tersebut berlalu.
Selama melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Makkah, Uwas dan istrinya selalu mendapatkan kemudahan dan diberikan kesehatan. Selain itu, ketika pulang ke Tanah Air, Uwas juga merasakan sambutan yang luar biasa dari keluarga dan kerabat di kampungnya, di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
(Sumber : Republika.co.id, Editor: Dewi Mardiani, Reporter: Rizky Jaramaya)

Ratusan Ribu Warga Prancis Tolak UU Pernikahan Sejenis

(Pemuda bentrok dengan polisi anti huru hara saat aksi unjuk rasa menentang legalisasi pernikahan sesama jenis di Paris, Ahad (26/5).

Pro Umroh News, Perancis -- Puluhan ribu orang berkumpul di Paris, Prancis, untuk menentang undang-undang baru yang mengesahkan pernikahan sesama jenis. Sekitar 150 ribu orang bergabung dalam demonstrasi di pusat kota.

Penyelenggara memperkirakan jumlah pendemo lebih tinggi yakni mencapai hampir satu juta. Bentrokan terjadi setelah pawai antara aktivis sayap kanan dan polisi antihuru-hara. Pihak berwenang mengatakan hampir 100 orang ditangkap, Ahad (26/5) waktu setempat. 

Sekitar 50 orang ditahan karena memblokir Champs-Elysees, Sabtu (25/5) lalu. Rancangan undang-undang pernikahan sesama jenis dan melegalisasi adopsi bagi gay ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Prancis, Francois Hollande pekan lalu. Peraturan itu sempat mendapat perdebatan sengit. 

Orang Prancis terbagi dalam menanggapi masalah pernikahan sejenis. Pada Selasa lalu, seorang sejarawan sayap kanan menembak dirinya sendiri hingga tewas di Katedral Notre Dame. Ia meninggalkan pesan yang mengecam pernikahan gay. 

Selama protes Ahad kemarin, demonstran menuju sejumlah titik di pusat Kota Paris. Salah satu anggota parlemen, Jacques Myard mengatakan, UU tersebut telah disahkan partai yang memerintah dengan kekerasan. "Ini adalah sesuatu yang kita tidak dapat menerima karena nasib anak-anak," ujarnya dilansir BBC.

Menurutnya, kaum gay tidak akan berhenti pada pernikahan, tetapi juga akan mengadopsi anak. "Kita akan memiliki anak dalam keluarga dimana tidak ada ayah atau ibu," katanya mengakhiri.

(Sumber : Republika.co.id)

Friday, May 24, 2013

Saudi Akan Kucurkan Miliaran Dolar untuk Benahi Transportasi di Mekkah


Pemerintah Arab Saudi akan mengeluarkan dana miliaran dollar untuk membenahi transportasi umum di kota suci Mekkah.
Kedatangan jutaan pemeluk Islam di kota tersebut setiap tahunnya untuk melakukan ibadah haji dan umroh membuat sistem transportasi di kota Mekkah kewalahan.
Kantor berita resmi Saudi (SPA) menyebutkan pemerintah telah menyiapkan 62 miliar riyal atau sekitar 16,5 miliar dolar untuk memperbaharui jaringan bus dan kereta agar jemaah haji makin nyaman beribadah di kota suci Mekkah.
Menurut SPA, akan dibangun rel kereta sepanjang 182 kilometer dengan 88 stasiun yang nantinya akan melayani empat rute.
Proyek ini akan dibangun dalam 10 tahun, namun belum ada rincian mengenai jadwal pengerjaan maupun perusahaan yang memenangkan kontrak.
Proyek baru ini untuk melengkapi berbagai proyek lain seperti pembangunan jalan baru, jembatan, hotel, pusat perbelanjaan, dan perumahan di pinggiran kota untuk mengakomodasi warga di Mekah yang harus pindah karena rumah mereka terkena proyek.(fq/bbc) (sumber:eramuslim.com)

Thursday, May 23, 2013

"I’m afraid of dying" without returning home, says Nakba survivor


Palestinians mark the anniversary of the Nakba in Jabaliya refugee camp, May 2010. (Mohammed Othman / APA images)

It was the hardest trip that Zeidan Mahmoud Abu Naser has taken in his life.
In May 1948, his village of Beit Jirja was attacked by Zionist gangs. Their vehicles and weapons “were more sophisticated than anything we had,” he recalled. He was forced to leave and to seek refuge in Gaza.
“We left behind our crops of wheat. We even left food right in the middle of our home,” he said, recalling how he traveled in a donkey-drawn carriage, along with his parents, six brothers and two sisters. The trip took half a day but it was “psychologically devastating,” he added.
“We were simple villagers who had nothing to do with organized wars or military activities,” he said. Arab soldiers — mainly from Egypt — tried to defend Palestinians. Yet they were besieged and defeated by Zionists in the nearby villages of Falluja and Karatiyya.
Some 750,000 Palestinians were uprooted during the Nakba (catastrophe), the ethnic cleansing that allowed Israel’s foundation in the ruins.

“Simple but beautiful”

Now almost 80 years old, this man — also known as Abu Khaled — lives in Jabaliya refugee camp in the northern Gaza Strip. He has vivid recollections of his childhood in Beit Jirja. “Life was very simple but really beautiful,” he said.
One evening, he recalls, “I was accompanied by a friend of mine and we both walked down the village, whispering to each other and all of a sudden, we became more than twenty children and we all started playing a game called ‘the bone,’ which involved throwing an animal bone around. The losing team had to carry the winners on their shoulders and turn around seven times.”
Beit Jirja had just one elementary school. Locals used to choose a village chief — mukthar in Arabic. “The mukthar’s role was meeting strangers who come over to the village, welcoming government representatives and intervening in family feuds,” Abu Khaled said.
Weddings were important community occasions. “People in the village often held their wedding ceremonies in the beginning or in the middle of September. This was due to the fact that harvest season had just ended. When someone wanted to get married, his parents just visited the girl’s home and asked her family.

“Surprised”

“One of the best features of these weddings — that are missed nowadays, unfortunately — was the nice attitude of inviting all folks in the village to the wedding party. Even if the parents of a groom were at odds with some others, the parents would go and ask forgiveness and reconciliation from those people before the wedding.”
Traditionally, each wedding involved a march around the village with the groom in the middle. “Women were at the back, singing and clapping,” he said. Parties would last for three days, while relatives would visit the groom with gifts of money.
Although Beit Jirja is only 15 kilometers from Gaza, Abu Khaled may never see it again.
“My father used to say to us, ‘Do not worry, the Arab media says we will soon return.’ Yet we have not returned back and I am afraid of dying here in Jabaliya,” he said.
Um Khaled, Abu Khaled’s 75-year-old wife, recalled that they visited the village in the 1970s.
“We were surprised to see some farm tools still on a sycamore tree that Abu Khaled told me belonged to his father’s land,” she said.
“I pray to God that I, my husband, my children and grandchildren, will all return back to our homeland. A handful of homegrown wheat is worth more than all the treasures of the world.”
Rami Almeghari is a journalist and university lecturer based in the Gaza Strip.